Rabu, 01 Mei 2013

Shaleh Dan Malu





~*~  Shaleh Dan Malu  ~*~




Beruntungnya,
Saya pernah mengenal 3 orang saleh



Ketiganya tinggal di daerah yang berbeda

Sikap dan pandangan agamis mereka pun berbeda

Dan tingkat kesalehan mereka pun berbeda



Saleh pertama di klender,
Orang betawi campuran arab

Ia saleh,
semata karena NAMANYA

Orang menyukainya karena ia aktif siskamling,
Meskipun bukan pada malam gilirannya



Soleh yang kedua,
Haji Saleh Habib Farisi,
Orang jawa

Agak aneh memang,
Habib Farisi sebuah nama jawa

Ia saleh dalam arti sebenarnya
Minimal kata para jamaàh masjid kampung itu

Jenggotnya panjang,
Peci putihnya tak pernah lepas,
Begitu juga sarung plekat abu-abunya itu

Tutur katanya lembut,
Seperti mas danarto

Ia cekatan memberi senyum pada orang lain
Alasannya
"Senyum itu Sedekah"

Kepada anak kecil,
Ia sayang

Hobinya mengusap kepala bocah-bocah yang selalu berisik pada saat sholat jamaàh berlangsung
Usapan itu dimaksudkan agar anak-anak itu tak lagi bikin gaduh

Tapi yang namanya bocah,
Yaaa.... tetap aja bocah

Biar seribu kali kepala di usap,
Ribut tetap jalan

Seolah mereka khusus dilahirkan buat bikin ribut di masjid

"Ramai itu baik saja"
Katanya dengan sabar (ketika orang-orang lain pada marah)"

"Karena ramai tanda kehidupan"
katanya lagi

"Lagi pula, kita harus bisa sholat khusuk dalam keramaian itu"

Mungkin ia benar,
Buktinya ia betah berjam-jam Dzikir di masjid

Sering sholatnya sambung menyambung tanpa terputus kegiatan lain

Selesai magrib,
Ia tetap berdzikir sambil kepalanya terangguk-angguk hingga Isyà tiba


Jauh malam,
Ketika orang masih lelap dalam mimpi masing-masing

Ia sudah mulai sholat malam,
Kemudian dzikir panjang sampai subuh tiba

Selesai subuh dzikir lagi,
mengulang-ulang Asmaul Husna dan beberapa Ayat pilihan sampai terbit matahari


Ketika sholat Duha,
Tidur lagi satu jam

Selebihnya dzikir... dzikir... dzikir...

Pas betul dengan nama yang disandangnya


Dasar sudah saleh, plus Habib (nama sufi besar) ditambah Farisi (salah seorang sahabat Nabi, Kalau kita sulit menemui Pejabat karena banyak acara

Kita sulit menemui orang jawa ini,
Karena ibadahnya di masjid begitu padat

Para tetangga menaruh Hormat padanya

Banyak pula yang menjadikannya Idola

Namun ia mempunyai kekurangan,
Ada dua macam cacat utamanya


*) Kalau dalam sholat jamaàh, tak ditunjuk jadi Imam, ia tersinggung

**) Kalau orang tak sering Sowan ke rumahnya, ia tidak suka karena ia menganggap orang itu telah mengingkari eksistensinya sebagai orang ada di depan


"Apakah ia dengan aktif di masjid, karena ingin menjadi Tokoh?


"Hanya Allah dan dia yang tahu"


Pernah saya berdialog dengannya,
Setelah begitu gigih menanti dzikirnya yang panjang itu selesai


Saya katakan bahwa kelak bila punya waktu banyak,
Saya ingin selalu dzikir di masjid seperti dia,

Saya tahu,
Kalau sudah pensiun,
Saya akan punya waktu macam itu


"Ya kalau sempat pensiun"
Komentarnya


"Maksud pak Haji ?"

Memangnya kita tahu berapa panjangnya usia kita ?

Memangnya kita tahu bakal mencapai usia pensiun ?


"Ya, ya benar pak Haji"


Saya merasa terpojok

"Untuk mendapat sedikit bagian dunia,
Kita rela menghabiskan seluruh waktu kita

Mengapa kita keberatan menggunakan beberapa jam sehari buat hidup kekal abadi di surga ?


"Benar pak, Haji, orang memang senang mengejar dunia"

Itulah,
cari neraka saja mereka"


Maka tak bosan-bosan saya ulang nasehat bahwa...
"Orang harus sholat sebelum di sholatkan"


Mungkin tak ada yg salah dari sikap pak Haji Saleh

"Tapi kalau saya takut,
sebabnya kira-kira ia terlalu menggaris bawahi
"Ancaman"

Saya membandingkannya dengan orang Saleh yang ketiga


Ia juga Haji,
Pedagang kecil,
Petani kecil,
Dan Imam di masjid kecil


Namanya bukan Saleh,
melainkan Sanip, Haji Sanip

Orang betawi asli

Meskipun Ibadahnya ( di masjid ) tak seperti Haji Saleh

Kita bisa merasakan kehangatan Imannya


Waktu saya tanya,
Mengapa sholatnya sebentar dan Do'anya begitu pendek
Cuma melulu Istigfar (mohon ampun)


Ia bilang bahwa,
Ia tak ingin meminta aneh-aneh


Ia malu kepada Allah

Bukankah Allah sendiri menyuruh kita meminta dan bukankah Allah berjanji Mengabulkannya ?



Itu betul,
Tapi minta atau tidak,
Kondisi kita sudah dengan sendirinya kan!

Kita ini cuma sekeping jiwa telanjang,
Dari hari ke hari nyandong Berkah-Nya,
Tanpa pernah memberi


Memang Allah Maha Pemberi,
Termasuk memberi kita rasa malu

Kalau Rezeki-Nya kita makan,
Mengapa rasa malu-Nya tak kita gunakan ???
Katanya



Bergetar saya,
Untuk pertama kalinya saya merasa malu pada hari itu

Seribu Malaikat, Nabi-Nabi, Para wali, dan orang-orang suci langsung di bawah Komando Allah seperti serentak mengamini ucapan orang betawi ini



"Perhatikan di masjid-masjid,
Jamaàh yang meminta Allah kekayaan, tambahan Rezeki, naik gaji, naik pangkat

Mereka pikir Allah itu Kepala Bagian Kepegawaian di kantor kita


Allah kita Puji-puji karena akan kita mintai sesuatu

Ini bukan Ibadah,
Tapi DAGANG


Mungkin bahkan pemerasan yang tak tahu malu


Allah kita sembah,
Lalu kita perah Rezeki dan Berkah-Nya

Bukannya kita sembah karena memang seharusnya kita menyembah-Nya


Seperti tekad Al-Adawiyah itu"
katanya lagi



Nafas saya sesak

Saya tatap wajah orang ini baik-baik


Selain keluhuran batin,
Di wajah yang mulai menampakkan tanda ketuaan itu terpancar ketulusan Iman


Kepada saya, pak

Haji itu jadinya menyodorkan sebuah cermin


Tampak disana,
Wajah saya retak-retak


Saya malu melihat diri sendiri


Berapa banyak saya meminta selama ini,
Tapi betapa sedikit saya memberi,
Terlebih tiada pernah sesering mungkin menSYUKURInya


Mental korup dalam Ibadah itu,
Ternyata bagian hangat dari kehidupan pribadi saya juga



Malu saya,
Sadarlah saya ... Tetap istiqamahkanlah aku Yaa Allah ;
Amin



♥♥♥
Referensi :
Senin, 11 Juli 2011
http://ciharinem.blogspot.com/2011/07/blog-post.html
*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar