Minggu, 04 Mei 2014

Calon Menantu




~*~  Calon Menantu  ~*~



Ada sepenggal cerita yang sangat bagus untuk mengingatkan kita / antum sekalian yang mengikrarkan dirinya sebagai kader dakwah
Ada pesan spiritual yang dalam di akhir cerita ini,
semoga bisa menyadarkan kita kembali untuk dapat meningkatkan kualitas ibadah kita
selamat membaca ....


”Ass, Kak. Aku baru nyampe rumah.”
Tak sabar Yayah mengirimkan SMS itu begitu tiba kembali di Tanah Air

Empat tahun lamanya ia menuntut ilmu di Al-Azhar University, Cairo
Tiga tahun di antaranya dilaluinya dengan menyimpan kenangan dan rindu kepada Qodari
Ya, lelaki asli Madura itu telah merebut hatinya sejak saat pertama menyambut kedatangannya di pagi buta,
di Bandara Internasional Cairo

Bersama sejumlah senior lainnya,
Qodari menjemput rombongan mahasiswa baru Al-Azhar University asal Indonesia
yang merupakan peserta program beasiswa kerja sama Indonesia-Mesir

Yayah segera saja menjadi bintang mahasiswa Al-Azhar angkatan tahun tersebut
Posturnya tinggi, dengan hidung bangir, bibir merah delima asli tanpa pulasan lipstik,
dan kulit seputih kapas

Busana apa pun yang dikenakan gadis berdarah Sunda itu
hanya membuatnya makin kelihatan cantik dan mempesona
Banyak kakak kelasnya yang berupaya menampakkan perhatiannya
Terutama mahasiswa tahun keempat yang sudah hampir lulus S-1
maupun mereka yang sedang menempuh jenjang pendidikan Pasca Sarjana


Hanya Qodari yang sama sekali tak pernah memberikan sinyal khusus kepadanya
Meskipun ia tak pernah menolak jika Yayah memerlukan bantuannya
Terkadang Yayah ingin bertanya kepada kakak kelasnya,
apakah Qodari sudah mempunyai calon istri
Namun ia merasa malu sendiri
Baru datang ke Mesir kok udah bicara cinta?


Setahun kemudian, Qodari lulus S-1
Ia akan pulang ke Indonesia sebentar,
lalu melanjutkan pendidikan S-2 di Pakistan

Yayah dan sejumlah teman mengantarnya ke bandara
Ada yang terasa hilang di jiwanya saat sosok lelaki yang selama ini kerap mengisi relung batinnya itu menghilang dari pandangan
sesaat setelah melewati imigrasi

Negeri Mesir yang indah kini terasa begitu hampa
Ketika mobil yang ditumpanginya perlahan meninggalkan bandara,
matanya menatap jauh ke landasan,
ke deretan burung-burung besi yang dengan angkuhnya bertengger di sana

Kalau saja ia punya sayap,
ingin rasanya ia terbang dan hinggap di pesawat yang akan mengantar Qodari pulang ke Indonesia


Betapa kejamnya Kak Qodari
Ia pergi tanpa pernah memberikan tanda apa pun kepadanya
Apakah ia begitu keras hatinya,
sehingga tak mampu menangkap sinyal perasaan yang dikirimkan oleh seorang gadis
meski itu hanya berupa wajah memerah
dan sikap canggung manakala tanpa sengaja berpapasan di perpustakaan kampus, Masjid Al-Azhar,
dan Wisma Nusantara yang merupakan pusat aktivitas mahasiswa Indonesia di Mesir
Padahal, lulusan terbaik Al-Azhar University dengan predikat Mumtaz itu dikenal selalu ramah dan simpatik kepada siapa pun


Diam-diam ia pun menyesali dirinya
Kenapa ia tak berterus terang saja,
atau setidaknya mengirimkan sinyal yang lebih jelas,
misalnya berupa SMS yang berisi sindiran tentang cinta
Atau, mengapa ia tidak menitipkan salam lewat salah seorang kakak kelasnya yang sama-sama aktif di PPMI bersama Qodari?


”Yayah, kamu sakit?”
tanya Aisyah, melihat wajah Yayah yang agak pucat


Buru-buru Yayah menggeleng
”Ah, tidak. Hanya kurang tidur saja,”
kilahnya


Sesaat sebelum pesawat Singapore Airlines yang akan membawanya dari Cairo ke Jakarta bersiap-siap untuk lepas landas,
Qodari mengirimkan SMS:

”Bila kamu mau menjadi istriku, aku akan menunggumu...’


‘ Membaca SMS tersebut Yayah rasanya ingin berteriak dan melompat dari mobil
Namun ia berusaha menahan perasaannya sewajar mungkin


”Welcome home. Jadi, kapan aku boleh datang melamarmu? Wss.”
Balasan dari Qodari selalu pendek dan to the point


Namun itu sudah lebih dari cukup

”Aku akan bicara dulu dengan Abah
Nanti aku kabari Kakak”


Butuh waktu sebulan, baru KH. Syamsuri, ulama terpandang di Bekasi, mengizinkan Qodari datang melamar putri kesayangannya

”Saya tunggu Jumat pagi, pukul enam,”
kata KH. Syamsuri kepada Qodari, lewat telepon


Dua tahun di Pakistan, Qodari kembali ke Tanah Air dengan menggondol gelar Master di bidang ekonomi syariah
Ia mengajar ekonomi syariah di salah satu universitas ternama di Jakarta

Ia rajin menulis di media massa,
khususnya mengenai ekonomi Islam
Ia pun menjadi da’i dan sudah mulai sering tampil di acara keislaman di televisi
Tepat pukul enam kurang 10 menit, ia tiba di rumah Sang Kiai

Ulama kharismatis itu sedang duduk di beranda sambil memegang tasbih dan melantunkan zikir

”Assalaamu’ alaikum.’

‘ KH Syamsuri menoleh

”Wa’alaikumsalaam. ”

Qodari segera mencium tangan Sang Kiai

”Saya Qodari.”

”Silakan duduk.”
Suaranya terdengar berwibawa
Sorot matanya tajam


”Terima kasih, Pak Kiai”
Yayah menyaksikan dari dalam rumah

Hatinya berdegup kencang melihat wajah yang selalu dirindukannya itu

”Sayang, mana tehnya?”


”Siap, Abah.”
Yayah segera mengantarkan minuman teh manis

Wajahnya terasa bersemu merah ketika Qodari menatapnya
Tanpa sengaja ia menunduk

”Duduk di sini, sayang,”
kata KH. Syamsuri


Dengan kikuk, Yayah duduk di samping ayahnya,
berhadapan dengan Qodari

”Silakan jelaskan, apa tujuan kamu datang ke rumah saya,”
suara KH. Syamsuri terdengar sangat tegas


”Terima kasih, Pak Kiai
Saya berniat melamar Yayah untuk menjadi istri saya”


KH. Syamsuri tidak langsung menjawab
Ia menatap pemuda di hadapannya,
seperti ingin mencari kepastian di matanya

Tanpa sadar, Qodari mengangguk
Yayah merasa serba salah
Ia tidak berani mendonggakkan wajahnya

”Tadi malam kamu shalat Tahajud?”
tanya KH. Syamsuri tiba-tiba


”Ya, Pak Kiai..”


”Tadi pagi shalat Shubuh di mana?”


”Saya shalat Shubuh berjamaah di Masjid An-Nur,
Perumahan Permata Timur, Kalimalang.’ ‘


”Ya, sudah. Tiga bulan lagi kamu balik ke sini..”


Setelah itu, KH Syamsuri masuk ke dalam rumah
Qodari pun beranjak pulang


Yayah ingin protes kepada abahnya
Namun ia tidak berani

Abahnya sangat sayang kepadanya,
apalagi semenjak ibunya meninggal enam tahun lalu
Namun ia sangat tegas memegang prinsip



Tiga bulan kemudian, Qodari datang lagi
Namun hal yang sama berulang

Ia diminta datang lagi tiga bulan kemudian
Lagi-lagi, pertanyaannya sama,
yakni di mana dia shalat Tahajud dan shalat Shubuh


Hari ini, untuk yang kelima kalinya Qodari datang ke rumah KH. Syamsuri
Berarti kurang lebih setahun lamanya ia melamar Yayah
Pertanyaan KH. Syamsuri tetap tidak berubah


”Saya Tahajud dilanjutkan Shubuh berjamaah di Islamic Centre Bekasi,”
sahut Qodari mantap


”Selama setahun ini, berapa kali kamu tidak shalat Tahajud
dan berapa kali kamu tidak shalat fardhu berjamaah”


”Alhamdulillah, tidak satu kali pun, Pak Kiai...”


Tiba-tiba KH. Syamsuri bangkit dari duduknya,
dan memeluk Qodari


”Aku izinkan engkau menikahi putriku
Bimbinglah ia ke jalan yang diredhai Allah, dunia dan akhirat,”
bisiknya perlahan namun tegas di telinga Qodari


Yayah menarik napas lega
Wajahnya tiba-tiba tersenyum sumringah


KH. Syamsuri melirik putrinya

”Sayangku, calon suamimu berkhidmat di bidang dakwah dan pendidikan
Bagaimana ia bisa menjadi seorang dai yang istiqamah,
kalau ia tidak menegakkan shalat Tahajud dan shalat fardhu berjamaah? Ketahuilah, Tahajud merupakan pakaian para Nabi, Rasul dan orang-orang saleh. Sedangkan shalat fardhu jamaah merupakan ukuran kesungguhan iman seseorang. Kamu pasti pernah membaca hadits, cukuplah untuk mengetahui seseorang itu golongan munafik atau bukan dari shalat Shubuhnya, berjamaah atau tidak”


subhanallah ...
tak ada hal yang tak mungkin ...
tak ada hal yang sia-sia
setiap ada niat, ikhtiar dan terus berusaha
jalan kemudahan dan raihan kesuksesan akan kita dapatkan
sebagaimana qodari yang begitu tekun dan sabar
dalam penantiannya selama setahun penuh




Semoga kita tergolong orang yang selalu beristiqamah dalam shalat dan shalawatnya
begitu pun amalan-amalan baik yang lainnya


wassalam...


***
Referensi :
Jum'at, 22 Juli 2011
http://kembanganggrek2.blogspot.com/2011/07/calon-menantu.html
*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar