Jumat, 02 Mei 2014

Aku Dan Maisya





~*~  Aku Dan Maisya  ~*~


(KISAH NYATA)

Assalamu'alaikum warohamatullahi wabarokatuh

Aku telah dilanda keinginan mengebu untuk menikah
Bahkan sudah kujalani semua cara agar cepat bisa melaksanakan sunah Rasul yang satu ini
Malah aku selalu mengimpikannya di tiap malam menjelang tidur
Gadis yang kuidamkan sejak kecil,
bahkan menjadi teman main bersama, ternyata dinikahi orang lain
Padahal dia sudah ngaji

Sedih juga rasanya
Ada juga yang aku dapatkan dari orang yang aku kenal baik,
dan sudah kujalani “prosedurnya”
Tapi ternyata kandas karena aku dinilai masih terlalu muda untuk menikah

Akhirnya , aku kenal dengan seseorang yang sesuai dengan kriteria
Aku mengenalnya dengan perantaraan teman dekatku
Jujur saja, aku telah mendapat biodatanya, juga gambaran wajahnya
Langsung saja kukatakan pada teman dekatku
bahwa aku sangat-sangat setuju


“Eh, ente (kamu) harus ketemu dulu dan tahu dengan baik siapa dia,”
kata temanku


Tapi kujawab enteng,
“Tapi ane (aku) langsung sreg kok”


“Ya sudah, terserah ente aja lah,”
sahut temanku sambil geleng-geleng kepala


Karena aku yakin pacaran jelas-jelas dilarang dalam Islam
sebab hal itu adalah jalan menuju zina, aku pun tak menjalaninya
Jangankan zina, hal-hal yang akan mengarahkan kepadanya saja sudah dilarang
Oleh karena itu, aku hanya menunggu waktu kapan ada pembicaraan awal
antara aku dan Maisya (akhwat incaranku itu)

Sabar deh, sementara ikuti saja seperti air mengalir...


Lewat kurang lebih 2-3 minggu
mulailah terjadi pembicaraan antar aku dan Maisya
Ketika kuberanikan diri memulai pada poin yang penting
yaitu mengungkapkan niatku untuk menikahinya,
apa jawabnya? Aku disuruh menghadap murabbinya (guru/pembimbing)


“Kenapa tidak ke orang tua Maisya saja?”
tanyaku


“Tidak, pokoknya akhi (saudara lelaki) harus ketemu dulu sama Murabbi saya”
jawabnya


Aku baru tahu, ada seorang akhwat ketika ada yang ingin menikahinya
disuruh menghadap Murabbinya, bukan orang tuanya
Padahal, di antara birrul walidain adalah
menjadikan orang tua sebagai orang yang pertama kali diajak diskusi tentang pernikahan,
bukan gurunya, ustadznya, atau siapa pun
Barulah kutahu itu merupakan kebiasaan akhwat-akhwat tarbiyah (pergerakan)


***

Aku catat alamat murabbi (MR) yang Maisya sebutkan
Pada hari Ahad kuajak 2 teman dekatku untuk menemani ke rumah sang MR
Dengan sedikit kesasar akhirnya sampailah kami di rumahnya
Tapi setelah pencet tombol tiga kali dan ...
“Assalamu’alaikum” tiga kali tak dibuka,
kami pun pulang dengan agak kecewa,
sebab siang itu adalah jam 2,
saat matahari sangat terik menyengat

Kutelepon Maisya bahwa aku tak bisa ketemu MR-nya
Maisya membolehkanku hanya dengan menelepon MR
Malam itu juga aku pun menelepon dan alhamdulillah nyambung

Aku ditanya segala macam yang berkaitan dengan agama
Dari masalah belajar, kerja, ngaji, tarbiyah, murabbi-ku,
ustadz yang sering kuikuti kajiannya,
sampai buku-buku yang sering kubaca
Juga, pertanyaan-pertanyaan tambahan lainnya

Dengan polos dan santai kujawab pertanyaan-pertanyaan itu
Yang membuatku heran, ketika kusebutkan nama ustadz-ustadz yang sering kuikuti kajiannya sampai,
nada MR agak beda dari awal pembicaraan
Terutama ketika kusebutkan kitab-kitab yang sering kujadikan rujukan dalam memahami agama
Aku belum tahu kenapa bisa begitu

Kuceritakan pembicaraan itu pada teman dekatku
Ternyata temanku menjawab dengan nada menyesal

“Aduh, kenapa tidak bicarakan dulu denganku
Ente tahu? Kalau akan menikahi akhwat tarbiyah sedang ente tidak ikut dalam tarbiyah atau liqa’ tertentu dan punya MR,
maka ente otomais akan ditolak
Apalagi ente sebutkan nama-nama ustadz, buku-buku dan para syeikh Timur Tengah,
bakalan ditolak deh, itu sudah ma’ruf (populer)”


“Lho kan ane jawab jujur, saat ini ane tidak ikut tarbiyah,
atau apa namanya tadi, liqa’?
Ya memang aku tak ikut
Ane juga nggak punya MR dong
Oo.., jadi begitu ya?”
aku hanya melongo


***

Beberapa hari kemudian,
aku dapat telpon dari Maisya yang menjadikan hatiku sedikit hancur

“Assalamu’alaikum, akhi saya sudah mempertimbangkan semuanya,
mungkin Allah belum menakdirkan kita berjodoh
Semoga kita sama-sama mendapatkan yang terbaik untuk pasangan kita,
saya minta maaf, kalau ada kesalahan selama ini,
Assalamu’alaikum,”
cetusnya


“Kletuk, nuut nuut nuut”
terdengar suara gagang telpon ditutup dan nada sambung terputus


Aku masih memegang gagang telepon dan hanya bisa melongo mendapat jawaban tersebut
Kutaruh gagang telpon dengan lunglai

“Astagfirullah,”
kusebut kata-kata itu berulang kali

Apa yang harus kuperbuat?
Tak tahu harus bagaimana
Tapi sohib dekatku yang dari tadi memperhatikanku waktu menelepon nyeletuk


“Ditolak ya? Udah deh,
'kan masih banyak harem (wanita) lain,
ngapain ngejar-ngejar yang sudah jelas-jelas nolak”


Aku jawab saja dengan ketus,
“Ane belum nyerah, karena ada janggal dalam penolakan itu,
ane belum yakin dia menolak, akan ane coba lagi”


“Udah deh jangan terlalu PD,”
sahut sohibku


Ternyata bener juga kata temanku itu,
jawaban-jawabanku kepada MR menyebabkan aku ditolak oleh Maisya
Aku dipandang beda manhaj dalam memahami Islam,
padahal yang kusebutkan waktu menjawab pertanyaan tentang buku-buku rujukan
adalah Fathul Majiid, Al-Ushul Al-Tsalatsah, dan kitab-kitab
karya Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, Syeikh Abdul Aziz bin Baz, Syeikh Muhammad Shalih Utsaimin,
yang semuanya aku tahu bahwa mereka selalu mendasarkan bahasannya kepada dalil-dalil yang shahih


Hatiku sudah terlanjur cocok sama Maisya
Jujur aku sudah merasa sreg sekali kalau Maisya jadi pendamping hidupku
Tapi aku ditolak. “Apa yang harus kuperbuat?”
kataku dalam hati

Menyerah kemudian mencari yang lain?
Baru begitu saja kok nyerah

Tanpa sepengetahuan sohibku,
kutulis surat ke orangtua Maisya
Yang kutahu bahwa dia hanya punya ibu
Bapaknya sudah meninggal saat Maisya berumur 8 tahun

Kutulis surat yang isinya kurang lebih tentang proses penolakan itu
Juga janjiku jika ditolak oleh ibunya,
maka aku akan menerima dan tak akan menghubunginya lagi

Dengan penuh harap kukirim surat tersebut,
tak disangka ternyata surat itu sampai di tangan Maisya dan dibacanya

Alamak, kenapa bisa begitu?
Untuk beberapa hari tidak ada respon
Gundah gulana pun datang
Apa yang harus kulakukan?

Kuputuskan untuk mengirim surat ke Maisya langsung
Semuanya aku ungkapkan dengan bahasa setengah resmi tapi santai
Aku memang sedikit ndableg
Di penghujung surat tersebut kukatakan,

“Kalau memang Allah takdirkan kita tidak jodoh,
saya punya satu permintaan...
tolonglah saya untuk mendapatkan pendamping dari teman-teman Maisya
yang Maisya pandang pas untuk saya, minimal yang seperti Maisya”


Kupikir Maisya akan “tersungkur” dengan membaca suratku yang panjang lebar
Aku berpikir seandainya ada orang membaca suratku,
pasti akan mengatakan “rayuan gombal!”
Tapi jujur saja, itu berangkat dari hatiku yang paling dalam

Surat kedua itu, qadarallah ternyata malah diterima
dan dibaca oleh ibu Maisya dan kakak perempuannya

Nah, dari situkah terjadi kontak antara aku dan keluarganya
Tak disangka-sangka kudapat telpon dari kakak perempuan Maisya,
Kak Dahlia (tentu saja bukan nama asli)

Kak Dahlia menelepon dan memintaku untuk datang ke rumahnya
guna klarifikasi surat tersebut


***

Seminggu kemudian kupeniuhi undangan itu
Setelah bertemu dan “sesi tanya-jawab”,
dengan manggut-manggut akhirnya Kak Dahlia angkat bicara,

“Baiklah, kakak sudah dengar cerita kamu,
saya heran kenapa Maisya menolakmu, ya?
Padahal menurut hemat kakak, kamu pantas diterima kok”


Hatiku berbunga-bunga mendengarnya,
Tapi langsung surut lagi karena pernyataan itu datang dari Kak Dahlia bukan Maisya

Aku sedikit senyum kecut menanggapi omongan kak Dahlia

“Begini aja deh, kamu sekarang pulang dulu
Biar nanti kakak dan Umi yang akan rayu Maisya
Pokoknya kamu banyak doa aja
Pada dasarnya kami setuju kok sama kamu”


Aku izin pulang dengan sedikit riang gembira
Mulutku hanya bergumam penuh doa,
semoga Allah mengabulkan cita-citaku


Kira-kira 2 minggu setelah itu
kudapat telpon lagi dari Kak Dahlia agar aku ke rumahnya
Dia bilang aku harus bertemu langsung dengan Maisya
Hatiku pun berdebar
Dengan sedikit gagap aku iyakan undangan itu

“Besok deh Kak, insyaAllah saya datang”
jawabku


Aku duduk di kursi ruang tamu yang sama untuk kedua kalinya
Sedikit basa-basi Kak Dahlia mengajakku ngobrol tentang hal-hal yang belum ditanyakan pada pertemuan sebelumya
Kurang lebih 10-15 menit Kak Dahlia memanggil Maisya agar ke ruang tamu menemuiku

Dadaku berdegub
Inilah saatnya aku nadhar (melihat) bagaimana rupa Maisya yang sebenarnya
Apa sama seperti yang kubayangkan sebelumnya?

Jangan-jangan tidak sama
Lebih jelek atau bahkan lebih cakep dari aslinya
Tunggu saja deh...

Tidak lama kemudian keluarlah sosok makhluk Allah yang bernama Maisya
Aku tetap menjaga pandanganku
Tapi jujur saja, tak kuasa kucuri pandang untuk yang pertama kalinya

Bahkan seharusnya untuk acara nadhar biasanya lebih dari mencuri pandang,
karena memang dianjurkan oleh Rasulullah
Tapi bagiku sangat cukup melihatnya sekali-kali

Aku hanya bisa mengatakan dalam hatiku tentang Maisya,
subhanallah! Aku tak bisa ceritakan kepada pembaca karena itu hanya untukku saja


Tak sadar keringat dingin mengalir dari pelipis
Ada apa gerangan?
Kenapa rasanya agak grogi?
Ah, aku harus teguh dan tangguh hadapi semua ini

Obrolan pun mulai bergulir
Dari mulai pertanyaan-pertanyaan agama secara umum
sampai diskusi tentang kerumahtanggaan

Kurang lebih satu jam aku di rumah itu
Aku pun pamit sambil memberikan hadiah-hadiah buku-buku kecil tentang agama


Di bus kota aku senyum-senyum sendirian
Seakan-akan bus itu adalah bus patas AC
padahal sebenarnya hanya bus ekonomi yang panas dan penuh asap rokok
Tapi semua itu tidak kurasakan

Kuberdoa semoga rayuan Kak Dahlia berhasil
Dan ternyata benar, beberapa hari kemudian aku ditelepon Maisya,
kali ini menanyakan kelanjutan proses kami kemarin
Kujawab jika dibolehkan akan kuajak keluargaku di waktu yang kutentukan
Di penghujung pembicaraan, Maisya setuju dengan tawaranku


Kutanya ke sana ke mari tentang barang-barang apa yang pantas dibawa ketika meng-khitbah seorang wanita
Kubeli sebuah koper kecil dan kuisi dengan barang-barang seperti bahan pakaian, komestik, sepatu, dan sebagainya
Tak lupa aku bawakan buah-buahan seadanya
Hal ini sebenarnya sudah kutanyakan kepada Maisya,
tapi Maisya hanya menjawab terserah aku mau bawa apa saja pasti dia akan terima

Duh…, senangnya...


Sebelumnya aku lupa, ternyata Maisya masih punya darah Arab dari ibunya
Bahkan, ibunya punya nasab Arab yang dikenal di Indonesia sebagai Habib
(Orang Arab yang mengaku punya garis nasab langsung dengan Rasulullah)
Padahal setahuku Rasulullah tak punya keturunan laki-laki
yang kemudian punya anak
Yang ada hanya Fatimah yang diperistri oleh Ali bin Abi Thalib
Sedangkan dalam Islam, darah nasab hanya sah dari garis bapak atau lelaki
Jadi, mungkin yang dimaksud mereka adalah keturunan dari Ali bin Abi Thalib


Satu hal yang perlu diketahui,
bahwa dalam adat orang Arab terutama golongan Habaib atau Habib,
wanita mereka pantang dinikahi oleh non Arab
Bahkan, sebagian mengharamkannya
Alasan yang populer adalah mereka merasa lebih mulia dari keturunan non Arab
Bahkan, sebagian mengharamkannya

Aku pun harus siap dengan apa yang akan aku hadapi nanti
Bisa jadi ditolak atau tidak
Dan yang ada di depan mataku adalah ditolak

Aku datang sekeluarga dengan naik Taksi
Aku tidak punya mobil
Dari mana aku punya mobil?
sedangkan aku baru bekerja setahun?

Sambutan hambar kudapatkan ketika memasuki ruang tamu
Di situ sudah hadir ibu-ibu yang merupakan keluarga besar dari ibu Maisya
Anehnya, di acara itu tidak hadir laki-laki dari pihak keluarga besar Maisya

Kemudian acara dilanjutkan dengan saling memberi sambutan
Namun yang kutunggu hanya momen di mana Maisya menerima lamaranku dari mulutnya sendiri
Saat itu pun tiba
Dengan agak malu-malu dan terbata-bata Maisya menerima lamaranku

Diakhir acara ketika hari penentuan hari “H” dan bentuk acaranya
Ada salah satu dari anggota keluarga Maisya yang menanyakan uang untuk walimah nanti
Aku hanya menjawab bahwa hal itu sudah kubicarakan dengan Maisya
Tapi dia memaksaku untuk menyebutkan jumlahnya

Aku tetap tak mau menyebutkan
Rupanya orang tadi kecewa berat dengan jawabanku

Setelah acara selesai, aku pamit
Sedikit lega kulalui detik-detik mendebarkan
Aku bersyukur kepada Allah yang meloloskan diriku pada babak berikutnya
dalam usaha mengamalkan sunah Rasulullah yang mulia ini

Ternyata ujian belum selesai juga
Maisya didatangi keluarga besarnya dengan membawa lelaki yang akan dijodohkan dengannya
Lamaranku ditimpa oleh lamaran orang lain

Orang yang akan dijodohkan dengan Maisya masih punya hubungan keluarga
Mereka datang dengan mobil, membawa makanan banyak sekali, uang lamaran, dan juga perhiasan


Apa yang kubawa kemarin tidak ada apa-apanya
jika dibanding dengan yang dibawa pelamar kedua ini
Tapi subhanallah, apa yang Maisya lakukan?
Maisya tak mau menemuinya
Maisya tak menerima lamarannya

Bahkan setelah rombongan itu pulang
dan meninggalkan bawaan mereka sebagai lamaran untuk Maisya,
apa yang Maisya lakukan?

“Kembalikan semua barang bawaannya
dan jangan ada yang menyentuh walau untuk mencicipi makanan,
kembalikan dan jangan ada yang tersisa di rumah ini”


Aku dapatkan cerita ini dari kak Dahlia yang meneleponku
Mendengar semua ini, tak terasa air mataku menetes membasahi pipiku
Padahal aku adalah lelaki yang selama ini selalu berpantang untuk menangis
Saat itulah aku mulai yakin bahwa Maisya harus kudapatkan,
sekali pun harus menghadapi hal-hal yang menyakiti hatiku


***

Beberapa hari kemudian aku mendapat telepon dari seorang ibu yang mengaku bibi Maisya
Ketika kutanya namanya dia tak mau menyebutkan
Malah dia nyerocos panjang lebar tentang acara lamaranku kepada Maisya

Dengan nada sinis dan tinggi dia mulai merayuku untuk membatalkan lamaranku

“Saya kasih tau ya!
Kamu 'kan baru bekerja belum satu tahun, belum punya rumah dan mobil
Sedangkan Juli Jajuli (bukan nama asli) 'kan sudah punya kerjaan,
rumah besar, mobil ada dua
Jadi, kamu batalkan lamaran
Biar Maisya menerima lamaran Jajuli
Kamu 'kan bisa cari yang lain”


Hhh! Betapa mendidih mendengar ocehan sinis itu
Tapi aku langsung kontrol diri
Aku jawab dengan suara pelan dan sopan
bahwa aku akan terima hal itu dengan ikhlas
tanpa ada paksaan dari siapa pun

Sebelum kudengar langsung dari mulut Maisya,
aku tak akan pernah membatalkan lamaranku
Gubrakkkk!, terdengar suara gagang telepon dibanting,
padahal jawabanku belum selesai


Suatu hari di tengah kesibukanku,
datanglah seorang wanita sekitar umur 25-30 tahun ke kantorku
Tanpa permisi dan sopan santun dia menghampiriku,

“Kamu yang melamar Maisya?
Kamu tuh ga tahu diri ya?
Belum jadi menantu saja sudah belagu,”
cerocosnya


“Mohon tenang dulu, apa masalahnya?
Ayo kita duduk dulu di sini jelaskan dengan pelan,”
sambutku dengan sabar


“Kamu tuh kalo ngasih alamat yang jelas, biar mudah dicari,
saya sudah muter-muter mencari alamatmu
tapi ternyata tidak ketemu-ketemu,
apa kamu mau mempermainkan kami?”
tukasnya sambil menunjukkan kartu namaku


“Apa tadi ente tidak tanya sama orang-orang?”
tanyaku


“Tidak!”
jawabnya ketus


“Ya jelas pasti kesasar, seharusnya ente tanya-tanya dong,”
sahutku


“Aaah udah deh jangan banyak alasan,”
jawabnya


“Eh aku kasih tau ya,
kau tuh jangan pernah macam-macam dengan keturunan Nabi, kuwalat loh!”, ancamnya.
kecamnya


Dengan sedikit senyum kujawab ancamannnya,
“Kalo Nabi punya keturunan seperti ente,
pasti Nabi akan sangat marah pada ente
Wanita kok pakai celana jeans, kaos ketat, dan tidak berjilbab
Nabi tentu akan malu jika punya keturunan seperti ente”


Wanita itu kabur sambil ngomel-ngomel entah apa yang dia katakan
Kejadian itu membuat hatiku semakin was-was dan khawatir
Kalau demikian dengkinya mereka dengan pernikahanku bersama Maisya,
maka bisa jadi mereka akan lebih jauh lagi dalam memberikan “teror”

Akankah mereka menghalangiku sampai pelaksanaan hari “H”?
Wallahu a’lam....


Yang jelas sebelum aku tanda tangan surat nikah yang disediakan penghulu,
maka aku belum bisa menentukan bahwa Allah takdirkan aku menikahi Maisya
Semuanya bisa terjadi

Sabarkanlah diriku ya Allah.



Dari telepon pula aku tahu bahwa Maisya sempat disidang oleh keluarga besarnya untuk membatalkan pernikahan denganku
Tapi dia lebih memilih akan kabur dari rumah dan tetap menikah denganku
Padahal keluarganya memberi pilihan:
batal nikah atau putus hubungan keluarga


***

Undangan mulai kucetak
Sederhana sekali karena aku memang tidak punya biaya banyak untuk pernikahan ini
Aku tidak punya saudara di kota tempat Maisya tinggal
Jadi undangan yang banyak hanya untuk keluarga, tetangga, dan kenalan Maisya

Hari H semakin dekat
Persiapan juga semakin matang
Aku terharu lagi ketika ditanya,

“Akhi siapnya ngasih berapa untuk persiapan ini?
Tapi jangan merasa berat dan terpaksa,
kalau tidak ada ya nggak apa-apa.”


Aku hanya bisa tergagap menjawabnya
Ku katakan bahwa aku akan mendapat sumbangan dari kantorku
tapi perlu proses untuk cair,
jadi sementara aku hanya bisa beri sedikit
Itu pun sudah kupaksakan pinjam ke sana-sini

Tapi Maisya menyambut hal itu dengan tanpa cemberut sedikitpun
Subhanallah


Panitia pernikahan dari ikhwan sudah aku siapkan
Aku bertekad bahwa pernikahan ini harus seislami mungkin,
di antaranya memisahkan antara tamu pria dan wanita
walau mungkin akan mendapatkan respon yang bermacam-macam
Aku tak peduli

Keluarga Maisya pun tak tinggal diam
Di antara mereka ada yang memintaku agar busana Maisya pada saat penikahan nanti adalah busana pengantin pada umumnya
Astaghfirullah, usulan yang sangat berlumuran dosa
Jelas kutolak mentah-mentah

Ada juga yang nyeletuk agar pernikahan kami dihibur dengan orkes atau musik gambus dan yang sejenisnya
Tapi itu pun aku tolak
Ternyata sampai mendekati hari H pun aku harus beradu urat syaraf dengan mereka


Tibalah saatnya kegelisahanku yang paling dalam
Aku sedang berpikir bagaimana jadinya jika ada yang mengacaukan pernikahanku
Aku punya seorang saudara marinir
Aku telepon dia dan kuwajibkan datang
Kalau perlu pakai seragam resmi lengkap
Aku akan jadikan dia sebagai pengamanan tambahan
Karena pengamanan Allah lebih kuat,
bahkan tidak perlu ada pengamanan tambahan
Itu hanya ikhtiar saja


Malam hari “H” dia datang
dan siap menghadiri acara nikah besoknya


Aku minta bantuan teman lamaku untuk mengantarku pakai Kijang
Teman senior kantorku yang sudah aku anggap orang tuaku juga siap mengantar pakai Panther,
bahkan dialah yang akan memberi sambutan dari pihak mempelai pria


Dengan sedikit gemetar dan mata sedikit basah,
aku lalui proses ijab kabul yang sederhana tanpa disertai ritual-ritual yang tidak ada dasarnya seperti sungkem, injak telor, membasuh kaki, dan sebagainya


Tangisku meledak ketika berdua dengan Maisya untuk pertama kalinya
Tangis makin dahsyat saat aku menghadap ibuku
Kupeluk erat-erat ibuku, kakakku, dan saudara yang mendampingiku


Subhanallah, aku sudah menjadi seorang suami
Aku menjadi kepala keluarga yang didampingi oleh Maisya
yang aku dapatkan dengan “darah dan air mata”

Akhirnya kulalui rumah tangga ini dengan segala bunga rampainya
sampai dikaruniai beberapa anak yang lucu-lucu
Semoga dapat aku lalui kehidupan ini dengan diiringi bimbingan dari yang Maha membolak balikkan hati,
sehingga hatiku tetap teguh dengan agama-Nya



Subhanallah .... kisah cinta islami
Penuh dengan segala hadangan, rintangan,
namun selama kita tetap berikhtiar
jalan kemudahan akan selalu kita dapatkan


Lalu ???
Bagaimana dengan kisah cinta anda, sahabatku?
bagi yang ingin berbagi kembali....
silakan ... berbagi kasih cinta pengalaman hidup






***
Referensi :
Suami Maisya
Diambil dari Buku “Semudah Cinta Di Awal Senja”
Terbitan Nikah Media Samara
*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar