Rabu, 10 Juli 2013
Untuk-Nya Hanya Sisa
~*~ Untuk-Nya Hanya Sisa ~*~
Entah untuk yang ke berapa kali pagi itu shalat subuh si Fulan tertinggal untuk berjamaah
Waktu sudah menunjukkan pukul 05.30 pagi dan pada jam segitu masjid sudah barang tentu kosong dari jemaah
Kemudian, dengan mata yang masih seperti, Fulan beranjak untuk mengambil air wudhu,
Dilanjutkan dengan shalat subuh secara munfarid
Saking seringnya tidak ada perasaan sesal yang singgah di benak Fulan ini
Seolah hal yang wajar apabila shalat subuh dikerjakan pukul 05.30 pagi
Bukan hanya itu, sebagai orang yang tinggal di kota yang padat dengan aktivitas mengharuskannya untuk selalu berburu dengan waktu
Otomatis selepas shalat subuh sendirian tidak bisa melakukan dzikir pagi, karena harus segera merapikan diri untuk berangkat kerja
Apalagi baca Alquràn,
Satu ayat pun tidak akan keburu
Tapi entah kenapa untuk masalah pekerjaan Fulan selalu berusaha untuk tepat waktu masuk kantor
Jam masuk kantornya adalah jam 8 pagi dan Fulan sering sampai disana sebelum jam 8
Setiap pergi ke kantor, Fulan selalu berusaha untuk tampil rapi dan wangi
Dan hal ini sangat bertolak belakang dengan aktivitasnya ketika bangun tidur
Aktivitas shalat subuh Fulan cukup dengan menggunakan pakaian tidur,
Tanpa gosok gigi,
Apalagi wangi-wangian
Intinya yang penting kewajiban sudah gugur
Sebagai seorang karyawan, Fulan selalu mendedikasikan dan mengerjakan segala tanggung jawabnya dengan sungguh-sungguh dan senang hati
Hal ini diperlukan agar kinerjanya baik yang akan berakibat bagusnya karir di kemudian hari
Karir bagus akan berbanding lurus dengan penghasilan tentunya
Boleh di bilang, Fulan ini seorang yang perfectionist
Apabila terjadi suatu kesalahan,
Fulan akan dengan segera menelusuri akar penyebab masalahnya,
Dan mencari solusi terbaik sehingga masalah ini tidak muncul lagi
Pada jam istirahat,
Selepas makan siang,
Biasanya Fulan asyik ngobrol dengan teman-teman kerjanya
Biasanya Fulan shalat Dzuhur 5 menit menjelang bel masuk berbunyi
Walhasil shalat dzuhur yang dikerjakannya sangat minim waktunya
Dari mulai wudhu pun terlihat terburu-buru
Maka selepas salam Fulan langsung kembali bekerja
Tidak ada dzikir ataupun shalat ba’diyah dzuhur
***
Gambaran diatas bisa jadi merupakan refleksi dari rutinitas harian kita
Di sadari atau tidak, terkadang kita tidak adil dalam menyikapi urusan dunia dan akhirat
Meski kita sering mengatakan bahwa dalam hidup ini harus seimbang antara dunia dan akhirat kita
Tapi, tanyalah ke dalam lubuk hati ini,
benarkah perkataan itu?
Benarkah kita sudah memposisikan timbangan dunia dan timbangan akhirat pada posisi yang sama tinggi
Jika takarannya harus seimbang?
Kalau boleh jujur, kita lebih cenderung memperhatikan keperluan dunia kita
Dalam arti, nilai-nilai agama jarang sekali dilibatkan dalam seluruh aktivitas kita
Dalam pekerjaan kita sering berusaha untuk datang tepat waktu
Jika sekali saja terlambat maka keesokan harinya akan bangun dan berangkat lebih awal, agar tidak terlambat lagi
Tapi kita jarang sekali khawatir, karena telah mengakhirkan shalat
Bahkan kalau sedang asyik,
Biasanya kita dengan tenang meninggalkan kewajiban tersebut tanpa ada sesal yang singgah di hati
Kita selalu berpenampilan rapi, harum dan segar setiap pergi ke kantor
Kita selalu memberikan penampilan terbaik dalam bekerja,
Bahkan memakai seragam sesuai peraturan perusahaan
Namun dalam sujud kepada Allah,
Kita cukup memakai kaos oblong dan sarung seadanya
Bahkan hal yang wajar memakai pakaian yang terlihat aurat dalam keseharian meski dalam aturan Allah kewajiban untuk menutupnya cukup jelas
Agar mudah mendapatkan pekerjaan, banyak dari kita sekolah sampai ke jenjang yang tinggi
Latar belakang pendidikan akan mempengaruhi masa depan kita nantinya, terutama dalam masalah jenjang karir
Lagi, sampai saat ini kita masih belum mengetahui bagaimana cara wudhu yang baik sesuai petunjuk nabi
Artinya,
bagaimana shalat kita diterima,
Apabila kita keliru dalam berwudhu
Ajaibnya hal itu tidaklah dianggap terlalu penting karena tidak pernah ditanyakan dalam setiap interview di perusahaan
Masih banyak hal-hal lain dimana kita tidak adil dalam menempatkan antara dunia dan akhirat
Padahal, seandainya kita mau sedikit mempelajari,
apa yang kita lakukan dalam 24 jam bisa bernilai ibadah
Namun untuk mempelajarinya badan ini sudah terlampau letih oleh setumpuk pekerjaan
Saking letihnya, kita sering ketiduran untuk melaksanakan shalat isya
Namun, meskipun badan ini letih terkadang kondisi badan bisa menjadi fit kembali ketika ada panggilan dari atasan,
Meskipun itu tiba-tiba
Begitu pun pada hari libur di akhir pekan
Dengan alasan istirahat kita menghabiskan waktu dengan tidur, nonton tv, shopping, ke bioskop, hang out, dll
Sangat jarang dari kita untuk meluangkan waktu sesaat untuk sekedar membaca satu ayat dari ribuan firman Allah
Apalagi membaca satu bab tata cara berwudhu
Bahkan meskipun tidak dalam kondisi bekerja kita masih saja tidak dapat melaksanakan shalat tepat pada waktunya
Tetapi jika sang pacar meminta waktu untuk bertemu,
kita akan dengan sigap memenuhi permintaannya itu tanpa pikir panjang dan tepat waktu
Tidak salah jika sesekali kita memanjakan diri dengan hiburan di tengah kesibukan sehari-hari
Tapi apakah tidak ada waktu untuk sekedar bercakap-cakap dengan Allah meski dengan shalat di awal waktu?
Atau sekedar membaca satu ayat saja setiap minggunya?
Sebenarnya hukum untuk mendapatkan kebahagiaan dunia sama dengan kebahagiaan akhirat
Kita akan mendapatkan kemapanan hidup, apabila memiliki bekal ilmu yang cukup dan bersungguh-sungguh bekerja
Tentunya untuk mendapatkan ilmu tersebut kita memerlukan waktu untuk mempelajarinya,
bahkan memerlukan biaya yang tidak sedikit
Semua itu kita lakukan dan jalani dengan kerelaan
Untuk mendapatkan akhirat pun demikian
Diperlukan ilmu yang cukup dan kesungguhan untuk mengamalkannya
Ilmu tersebut pun harus diusahakan dengan cara menuntut ilmu dan itu memerlukan waktu dan biaya
Namun kenapa kita menjadi pelit untuk segala hal yang dapat membuat kita lebih memahami ajaran islam
Membeli buku aqidah seharga Rp. 50.000 akan terasa mahal apabila dibandingkan dengan jalan-jalan yang bisa menghabiskan uang sampai ratusan ribu rupiah
Berhenti sejenak dan merenungi atas apa yang telah kita kerjakan mungkin salah satu sikap yang bijak
Mencoba berfikir atas semua aktivitas kita,
Apakah sudah proporsional dan adilkah kebutuhan dunia dan akhirat kita tunaikan?
Akan terlalu berat mungkin apabila kita mengikuti Rasulullah dalam semua hal
Tapi…
Paling tidak ada proses untuk berkeinginan mengenal Allah dalam ibadah-ibadah pokok dan melibatkan-Nya dalam seluruh aktivitas kita
Setidaknya untuk tidak lupa mengucapkan basmalah dalam setiap memulai aktivitas sehingga akan bernilai kebaikan
Allah pun tidak membebankan syariat-Nya,
melainkan sesuai dengan kemampuan hamba-Nya
Wallahu’alam ....
Renungan kala menyadari diri ini telah banyak berbuat dzalim atas hak-hak-Nya
Sadarilah,
Bahwa sebenarnya hak-hak terhadap-Nya itu,
Demi apa-apa yang terbaik untuk hidup kita sendiri
Diri ini memang bukan seorang hamba yang taat, melainkan penuh dengan kekhilafan
Namun masih berharap untuk datangnya secercah hidayah yang akan menggerakkan hati ini untuk lebih dekat mengenal Tuhannya
Semoga bermanfaat
***
Referensi :
Jumàt | 28 November 2008
Galih ali permana
http://abuthalhah.wordpress.com/2008/11/28/untuk-nya-cukup-sisa-waktu/
*
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar