Minggu, 15 September 2013

Aku Berhenti Menjadi Wanita Karir

(wanita karir01)





~*~  Aku Berhenti Menjadi Wanita Karir  ~*~


Sore itu sembari menunggu kedatangan teman yang akan menjemputku di masjid ini seusai ashar
Kulihat seseorang yang berpakaian rapi, berjilbab dan tertutup sedang duduk disamping masjid
Kelihatannya ia sedang menunggu seseorang juga
Aku mencoba menegurnya dan duduk disampingnya, mengucapkan salam, sembari berkenalan

Dan akhirnya pembicaraan sampai pula pada pertanyaan itu

“Anti sudah menikah?”


“Belum ”, jawabku datar


Kemudian wanita berjubah panjang (Akhwat) itu bertanya lagi


“kenapa?”

Pertanyaan yang hanya bisa ku jawab dengan senyuman


Ingin kujawab karena masih hendak melanjutkan pendidikan,
tapi rasanya itu bukan alasan

“Mbak menunggu siapa?”

aku mencoba bertanya


“Menunggu suami”
jawabnya pendek



Aku melihat kesamping kirinya, sebuah tas laptop dan sebuah tas besar lagi yang tak bisa kutebak apa isinya

Dalam hati bertanya-tanya, dari mana mbak ini?
Sepertinya wanita karir

Akhirnya kuberanikan juga untuk bertanya

“Mbak kerja di mana?”


Entah keyakinan apa yang membuatku demikian yakin jika mbak ini memang seorang wanita pekerja,

padahal setahu ku, akhwat-akhwat seperti ini kebanyakan hanya mengabdi sebagai ibu rumah tangga


“Alhamdulillah 2 jam yang lalu saya resmi tidak bekerja lagi”

jawabnya dengan wajah yang aneh menurutku, wajah yang bersinar dengan ketulusan hati


“Kenapa?” tanyaku lagi



Dia hanya tersenyum dan menjawab


“karena inilah PINTU AWAL kita wanita karir yang bisa membuat kita lebih hormat pada suami”
jawabnya tegas



Aku berfikir sejenak, apa hubungannya?

Heran
Lagi-lagi dia hanya tersenyum



Saudariku, boleh saya cerita sedikit?

Dan saya berharap ini bisa menjadi pelajaran berharga buat kita para wanita yang Insya Allah hanya ingin didatangi oleh laki-laki yang baik-baik dan sholeh saja


“Saya bekerja di kantor, mungkin tak perlu saya sebutkan nama kantornya

Gaji saya 7 juta/bulan
Suami saya bekerja sebagai penjual roti bakar di pagi hari dan es cendol di siang hari
Kami menikah baru 3 bulan, dan kemarinlah untuk pertama kalinya saya menangis karena merasa durhaka padanya
Kamu tahu kenapa ?

Waktu itu jam 7 malam, suami saya menjemput saya dari kantor,

Hari ini lembur, biasanya sore jam 3 sudah pulang
Setibanya dirumah, mungkin hanya istirahat yang terlintas dibenak kami wanita karir

Ya, Saya akui saya sungguh capek sekali ukhty
Dan kebetulan saat itu suami juga bilang jika dia masuk angin dan kepalanya pusing
Celakanya rasa pusing itu juga menyerang saya

Berbeda dengan saya, suami saya hanya minta diambilkan air putih untuk minum,
tapi saya malah berkata,

“abi, umi pusing nih, ambil sendiri lah !!”


Pusing membuat saya tertidur hingga lupa sholat isya

Jam 23.30 saya terbangun dan cepat-cepat sholat, Alhamdulillah pusing pun telah hilang
Beranjak dari sajadah, saya melihat suami saya tidur dengan pulasnya

Menuju ke dapur, saya liat semua piring sudah bersih tercuci

Siapa lagi yang bukan mencucinya kalo bukan suami saya
(kami memang berkomitmen untuk tidak memiliki khodimah)?

Terlihat lagi semua baju kotor telah di cuci
Astagfirullah, kenapa abi mengerjakan semua ini?
Bukankah abi juga pusing tadi malam?

Saya segera masuk lagi ke kamar, berharap abi sadar dan mau menjelaskannya,
tapi rasanya abi terlalu lelah, hingga tak sadar juga


Rasa iba mulai memenuhi jiwa saya, saya pegang wajah suami saya itu,

Yaa Allah panas sekali pipinya, keningnya, Masya Allah, abi demam, tinggi sekali panasnya

Saya teringat perkataan terakhir saya pada suami tadi
Hanya disuruh mengambilkan air putih saja saya membantahnya

Air mata ini menetes, air mata karena telah melupakan hak-hak suami saya”




Subhanallah, aku melihat mbak ini cerita dengan semangatnya, membuat hati ini merinding

Dan kulihat juga ada tetesan air mata yang di usapnya



“Kamu tahu berapa gaji suami saya?

Sangat berbeda jauh dengan gaji saya
Sekitar 600-700 rb/bulan
Sepersepuluh dari gaji saya sebulan
Malam itu saya benar-benar merasa sangat durhaka pada suami saya.
Dengan gaji yang saya miliki, saya merasa tak perlu meminta nafkah pada suami,
meskipun suami selalu memberikan hasil jualannya itu pada saya dengan ikhlas dari lubuk hatinya

Setiap kali memberikan hasil jualannya, ia selalu berkata

“Umi, ini ada titipan rezeki dari Allah
Di ambil ya. Buat keperluan kita
Dan tidak banyak jumlahnya, mudah-mudahan Umi ridho”

begitulah katanya


Saat itu saya baru merasakan dalamnya kata-kata itu
Betapa harta ini membuat saya sombong dan durhaka pada nafkah yang diberikan suami saya,
Dan saya yakin hampir tidak ada wanita karir yang selamat dari fitnah ini”




“Alhamdulillah saya sekarang memutuskan untuk berhenti bekerja,

Mudah-mudahan dengan jalan ini, saya lebih bisa menghargai nafkah yang diberikan suami
Wanita itu sering begitu susah jika tanpa harta,
Dan karena harta juga wanita sering lupa kodratnya"
Lanjutnya lagi, tak memberikan kesempatan bagiku untuk berbicara



“Beberapa hari yang lalu, saya berkunjung ke rumah orang tua,

Dan menceritakan niat saya ini
Saya sedih, karena orang tua, dan saudara-saudara saya justru tidak ada yang mendukung niat saya untuk berhenti berkerja
Sesuai dugaan saya, mereka malah membanding-bandingkan pekerjaan suami saya dengan yang lain”


Aku masih terdiam, bisu mendengar keluh kesahnya

Subhanallah, apa aku bisa seperti dia?
Menerima sosok pangeran apa adanya, bahkan rela meninggalkan pekerjaan



“Kak, bukankah kita harus memikirkan masa depan ?

Kita kerja juga kan untuk anak-anak kita kak
Biaya hidup sekarang ini mahal
Begitu banyak orang yang butuh pekerjaan
Nah kakak malah pengen berhenti kerja
Suami kakak pun penghasilannya kurang
Mending kalo suami kakak pengusaha kaya,
bolehlah kita santai-santai aja di rumah

Salah kakak juga sih, kalo mau jadi ibu rumah tangga,

seharusnya nikah sama yang kaya
Sama dokter muda itu yang berniat melamar kakak duluan sebelum sama yang ini
Tapi kakak lebih milih nikah sama orang yang belum jelas pekerjaannya

Dari 4 orang anak bapak,
Cuma suami kakak yang tidak punya penghasilan tetap dan yang paling buat kami kesal,
sepertinya suami kakak itu lebih suka hidup seperti ini,
ditawarin kerja di bank oleh saudara sendiri yang ingin membantu pun tak mau,
sampai heran aku, apa maunya suami kakak itu”
Ceritanya kembali mengalir, menceritakan ucapan adik perempuannya saat dimintai pendapat



“anti tau, saya hanya bisa menangis saat itu

Saya menangis bukan karena apa yang dikatakan adik saya itu benar,
Demi Allah bukan karena itu
Tapi saya menangis karena imam saya sudah DIPANDANG RENDAH olehnya

Bagaimana mungkin dia meremehkan setiap tetes keringat suami saya,

Padahal dengan tetesan keringat itu, Allah memandangnya mulia ?
Bagaimana mungkin dia menghina orang yang senantiasa membangunkan saya untuk sujud dimalam hari ?
Bagaimana mungkin dia menghina orang yang dengan kata-kata lembutnya selalu menenangkan hati saya ?
Bagaimana mungkin dia menghina orang yang berani datang pada orang tua saya untuk melamar saya,

Padahal saat itu orang tersebut belum mempunyai pekerjaan ?
Bagaimana mungkin seseorang yang begitu saya muliakan, ternyata begitu rendah di hadapannya hanya karena sebuah pekerjaaan ?

Saya memutuskan berhenti bekerja, karena tak ingin melihat orang membanding-bandingkan gaji saya dengan gaji suami saya

Saya memutuskan berhenti bekerja juga untuk menghargai nafkah yang diberikan suami saya
Saya juga memutuskan berhenti bekerja untuk memenuhi hak-hak suami saya

Saya berharap dengan begitu saya tak lagi membantah perintah suami saya

Mudah-mudahan saya juga ridho atas besarnya nafkah itu
Saya bangga dengan pekerjaan suami saya ukhty, sangat bangga,
Bahkan begitu menghormati pekerjaannya, karena tak semua orang punya keberanian dengan pekerjaan seperti itu

Disaat kebanyakan orang lebih memilih jadi pengangguran dari pada melakukan pekerjaan yang seperti itu

Tetapi suami saya, tak ada rasa malu baginya untuk menafkahi istri dengan nafkah yang halal
Itulah yang membuat saya begitu bangga pada suami saya

Suatu saat jika anti mendapatkan suami seperti suami saya,

anti tak perlu malu untuk menceritakannya pekerjaan suami anti pada orang lain

Bukan masalah pekerjaannya ukhty, tapi masalah halalnya, berkahnya, dan kita memohon pada Allah,
Semoga Allah menjauhkan suami kita dari rizki yang haram”
Ucapnya terakhir, sambil tersenyum manis padaku
Mengambil tas laptopnya, bergegas ingin meninggalkanku




Kulihat dari kejauhan seorang laki-laki dengan menggunakan sepeda motor butut mendekat ke arah kami,

Wajahnya ditutupi kaca helm, meskipun tak ada niatku menatap mukanya
Sambil mengucapkan salam, wanita itu meninggalkanku

Wajah itu tenang sekali,
Wajah seorang istri yang begitu ridho



Ya Allah….
Sekarang giliran aku yang menangis

Hari ini aku dapat pelajaran paling berkesan dalam hidupku
Pelajaran yang membuatku menghapus sosok pangeran kaya yang ada dalam benakku..


Subhanallah..
Walhamdulillah..
Wa Laa ilaaha illallah...
Allahu Akbar

Semoga pekerjaan, harta dan kekayaan tak pernah menghalangimu untuk tidak menerima pinangan dari laki-laki yang baik agamanya

Aamiin.. aamiin ... yaa rabbal'alamiin ...


(wanita karir02)



***
Referensi :
Maret 2012
http://kisah-renungan.blogspot.com/2012/03/akhirnya-saya-memutuskan-berhenti.html?m=1
*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar